cerpen


HADIAH TERAKHIR UNTUK BUNDA

Dia bernama Vellicia Anastasya Frantiono. Cia, begitulah biasanya teman-teman memanggilnya. Malaikat kecil yang mungil, cantik dan cerdas ini sudah tak memiliki seorang Ayah. Ya, karena kecelakaan yang menimpanya disaat Ayah Cia berada di proyek tempat ia bekerja. Sangat pahit bagi Cia menjadi seorang malaikat, lebih tepatnya malaikat yatim.
Ia tumbuh besar dengan dalam keadaan ekonomi Bundanya yang tak dapat dituliskan. Ya, Bundanya adalah seorang penjual pisang goreng keliling untuk mencukupi kebutuhan sehai-hari.
            “Bunda, SPP bulan ini dan tiga bulan terakhir ini belumlah dilunasi. Hendakkah Bunda melunasinya ?” Tanya Cia sembari meletakkan tas dan melepaskan sepatunya.
            “Insyaalah sayang. Sudah, kamu tak perlu memikirkannya. Itu sudah urusan Bunda. Yang penting Cia mencari ilmu sebanyak-banyaknya, lalu mengamalkannya agar Cia tetap pintar. Sudah, Cia sholat Dzuhur sana gih !” seru Bunda.
            “Baik Bunda, Cia sholat Dzuhur dulu yaa ..” jawab Cia.
***
            Dinginnya pagi menusuk kulit, ayam bersahutan untuk menyambut pagi yang indah itu membangunkan Cia dari mimpinya. Segera Cia pergi ke kamar mandi untuk sholat Shubuh. Sesudahnya, Cia mengetuk pintu kamar Bundanya.
            “Bunda, ini sudah pukul 05.30, jama’ah ayo Bunda !” ajak Cia.
            “Cia sholat dulu ya sayang. Bunda lagi tak enak badan.” Jawab Bundanya.
            Selesai sholat Shubuh, Cia tak dapati Bundanya keluar dari kamarnya, Cia pun merasa curiga. Diketuknya pintu kamar Bundanya, tak ada respon. Lalu ia buka pintu kamar Bundanya.
            “Bunda, Bunda tak apa-apa kan? Bunda istirahat saja, biarkan Cia yang jualan.” Pinta Cia.
            “Tak usah sayang, ini sudah tugas Bunda. Cia dirumah saja. Belajar.” Bantah Bunda.
            “Tak apa Bunda. Cia sudah besar. Cia bisa kok jualan pisang goreng. Bunda istirahat saja. Bunda tak usah membantah. Biarkan Cia berbakti kepada Bunda. Izinkanlah Cia, Bunda! Cia berjanji akan jaga diri Cia baik-baik. Yakinlah itu Bunda.” Rengek Cia.
            “Baiklah. Tapi kalau Cia sudah merasa lelah. Cia segera pulang ya? Ya sudah hati-hati.”
***
            Bertahun-tahun sakit Bunda tak kunjung sembuh, bahkan semakin parah. Cia pun memutuskan untuk berjualan pisang goreng ibunya di kantin sekolah. Kini Cia kelas XII. Ia memasuki masa-masa mendebarkan, yakni pengumuman kelulusan tingkat SMA, yakni di SMA Wiguna.
            “Kita sangatlah bangga terhadap kalian semua! Nilai kalian rata-rata delapan keatas. Dan yang membuat kami bangga, salah satu siswa SMA mendapatkan nilai TERBAIK di Indonesia. Dan ia mendapatkan Beasiswa kuliah ke Harvard University. Subhanallah! Ini adalah pertama kalinya sekolah kita mendapatkan beasiswa. Dan yang mendapatkan beasiswanya adalah ………. Adalah Vellicia Anastasya Frantiono.” Pidato kepala sekolah SMA Wiguna.
            “Astaghfirullahh!! Ya Allah, benarkah itu saya? Ya Allah, Alhamdulillah!! Terimakasih Ya Allah! ” Jerit Cia sembari meneteskan airmata. Sujud syukur.
            “Selamat ya Cia, kamu memang pantas mendapatkannya. Karena ke-ikhtiaranmu, Cia!” Ucap Zaza, sahabatnya.
            “Ya Allah, Bunda pasti senang mendengarnya. Aku tak sabar untuk segera pulang dan memberitahunya.” Ucap Cia.
***
            Tak sabar Cia ingin sampai rumahnya. Langkahnya terhenti seketika. Di lihatnya ada banyak orang yang berada di rumahnya. Lalu ia mempercepat langkahnya. Saat itu juga, Cia terjatuh lemas. Ya, Bundanya telah pulang ke sisi-Nya.
            “Bunda, Bunda jangan tinggalkan Cia. Cia ingin mempersembahkan ini untuk Bunda. Bunda, Bunda bangun! Bundaaaa!! ” Lirih Cia.
            “Cia, sudahlah. Ikhlaskan kepergian Bunda-mu. Ini semua sudah kehendak Yang Maha Kuasa. Pasti di balik ini semua ada hikmahnya. Kamu yang tabah! Bunda tak akan bangga padamu kalau kamu terjatuh seperti ini. Biarkan Bunda pergi dengan tenang. Dan Bunda selalu bangga kepadamu karena prestasimu ini. Percayalah, Cia!” Saran Kak Dhita, sepupunya.

            Dari sinilah kita lihat betapa pahit kehidupan Cia. Tetapi itu semua tidak menyurutkan semangatnya untuk terus belajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar