PRASASTI TURYAN
Watu Godeg, ya,
inilah salah satu prasasti peninggalan Mpu Sendok di daerah Turen, tepatnya di Dukuh
Watugedeg desa Tanggung kecamatan Turen. Apa sih Watu Godeg itu? Dan apa sih
keunikannya? Mungkin banyak orang yang tidak tahu tentang asal-usul Watu Godeg
ini, bahkan ada beberapa masyarakat Turen yang tida mengetahui apa itu Watu
Godeg. Dan kali ini kalian akan tahu apa Watu Godeg itu, yuk kita belajar sejarah
bareng seputar Watu Godeg.
Prasasti
yang telah dilihaksarakan dan dibahas secara ringkas oleh J.G. de Casparis pada
tahun 1988 dalam tulisannya yang berjudul “where
was pu sindok’s capital situated?” adalah salah satu prasasti yang masih
insitu atau prasasti yang masih berada dalam lingkungannya. Prasasti yang
berukuran tinggi 130 cm, lebar 118 cm dan tebal 21 cm ini bertuliskan pada
kedua sisinya, sisi depan berjumlah 43 baris dan sisi belakang berjumlah 32
baris. Tulisan yang ada dalam prasasti ini adalah tulisan yang seperti aksara
Jawa yang dimana bahasanya seperti bahasa Sanskerta. Hingga saat ini, masih
belum ada orang yang bisa menerjemahkannya. Konon katanya, apabila ada
seseorang yang bisa menerjemahkan tulisan yang berada di prasasti itu, maka ia
bisa menjadi orang yang kaya.
Nama
Turen berasal dari kata Watu Leren yang
berarti batu yang sudah berhenti. Batu yang dimaksud adalah Watu Godeg yang
dimana dulu bergerak dan sekarang sudah berhenti. Dulu pada saat malam jumat
kliwon, batu ini bergerak.
Apakah
tempat ini keramat? Menurut Pak Juliadi selaku penjaga batu ini menjelaskan
bahwa setelah pohon beringin yang berada di samping batu ini ditumbangkan,
tempat ini sudah tidak lagi menjadi keramat. Menumbangkan pohon beringin ini tidak
sembarang orang, melainkan seorang Kyai, yakni Yai Sebelas. Batu ini juga
sempat ingin dipindahkan olehnya pada tahun sekitar 1979-an, tetapi batu ini
tidak bisa dipindahkan walaupun dengan berbagai cara.
Sebenarnya,
batu yang dulunya dirawat oleh Mbah Kaji Rujak Beling ini digunakan sebagai
tempat peribadatan kaum Hindu-Islam. Tempat ini kadang dijadikan orang untuk
Nepi atau mencari rezeki kepada roh halus. Sebenarnya tempat ini tidak bisa dijadikan
sebagai mencari pesugihan, tetapi tempat ini bisa dijadikan sebagai tempat
mengaji. Pernah ada orang tertentu yang melihat hewan seperti macan berkepala
manusia, ada lagi yang pernah melihat ular yang besar, menurut Pak Juliadi,
mereka adalah penunggu batu ini.
Bagus ^_^
BalasHapus